Eddy Hiariej: 5 Hal Baru Yang DIatur dalam KUHAP 2025

MARINews, Jakarta - Dirjen Badilum MA RI melakukan kegiatan Pertemuan Rutin Sarasehan Interaktif Badan Peradilan Umum (PERISAI BADILUM) dengan tema “Das Sollen Peran Pengadilan dalam Sistem Peradilan Pidana pada Selasa (2/12).
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Ketua Kamar Pidana MA RI Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H, dan Wakil Menteri Hukum Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., dan dihadiri oleh pimpinan beserta seluruh jajaran Pengadilan Peradilan Umum seluruh Indonesia.
Dalam acara yang dihelat di Ruang Command Center Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum tersebut, Wamenkumham yang biasa disapa Eddy Hiariej menyampaikan 5 hal baru yang diatur dalam KUHAP yang baru disahkan.
Pertama, KUHAP baru mengatur mekanisme keadilan restoratif dilakukan di semua tahapan perkara, dimulai dari tahap penyidikan, penuntutan, persidangan, bahkan sampai pada tahap post adjudikasi yakni pada saat terpidana menjalani pemidanaan.
Mekanisme keadilan restoratif yang dilakukan pada tahap penyidikan dan penuntutan wajib memperoleh penetapan dari pengadilan.
Disampaikan Eddy Hiariej, penetapan dari pengadilan ini penting dilakukan supaya perkara mekanisme keadilan restoratif yang dilakukan dapat teregister dan dapat dilakukan pengecekan oleh pengadilan mengenai riwayat pengulangan tindak pidana oleh tersangka.
Kedua, terdapat mekanisme baru pada tahap penuntutan yakni Pengakuan Bersalah (plea bargaining) dan Perjanjian Penundaan Penuntutan (Deferred Prosecution Agreement).
Pengakuan Bersalah adalah mekanisme hukum bagi terdakwa untuk mengakui kesalahannya dengan imbalan keringanan hukuman, sedangkan Perjanjian Penundaan Penuntutan adalah mekanisme hukum bagi Penuntut Umum untuk menunda Penuntutan terhadap terdakwa yang pelakunya korporasi.
Kedua mekanisme tersebut merupakan kewenangan Penuntut Umum di tahap penuntutan, namun membutuhkan persetujuan pengadilan untuk penerapannya.
“Dalam mekanisme Pengakuan Bersalah, pemeriksaan dapat berubah dari pemeriksaan dengan acara biasa menjadi pemeriksaan acara singkat. Sedangkan dalam Perjanjian Penundaan Penuntutan, hakim yang memutuskan setuju atau tidak. Apabila disetujui maka dilaksanakan sesuai kesepakatan, namun jika tidak disetujui maka proses dilanjutkan seperti biasa,” kata Eddy Hiariej yang ikut berperan membidani lahirnya KUHAP baru.
Ketiga, KUHAP baru telah mengatur ketentuan tindak pidana terhadap korporasi. Pengaturan mengenai tindak pidana korporasi ini banyak mengambil alih ketentuan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.
“Pengaturan dalam Perma sudah cukup detail,” jelas Eddy Hiariej.
Keempat, KUHAP baru mengenal ada 9 jenis upaya paksa dimana terdapat 4 jenis upaya paksa baru, yaitu penetapan tersangka, penyadapan, pemblokiran, dan larangan bagi Tersangka atau Terdakwa untuk keluar wilayah Indonesia.
Untuk upaya paksa penetapan tersangka, penangkapan, penahanan dapat dilakukan tanpa izin pengadilan. Namun demikian, terhadap sah tidaknya upaya paksa dapat diuji dalam praperadilan.
Kelima, kewenangan praperadilan tidak hanya meliputi sah tidakya pelaksanaan upaya paksa, namun juga ditambahkan beberapa kewenangan terkait sah atau tidaknya penghentian Penyidikan atau penghentian Penuntutan, permintaan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tahap Penyidikan atau Penuntutan, penyitaan benda atau barang yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana, penundaan terhadap penanganan perkara tanpa alasan yang sah, dan penangguhan pembantaran penahanan.
“Sering terdapat keluhan laporan tindak pidana yang tidak ditindaklanjuti, atau barang yang di sita sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang disangkakan,” tambah Eddy Hiariej.
Dalam paparannya, Eddy Hiariej menyampaikan KUHAP baru tidak hanya mengatur ketentuan-ketentuan baru, namun yang lebih penting adalah mengubah paradigma penegakan hukum pidana dari crime control model menjadi due process model.
Perubahan paradigma ini penting untuk memberikan perlindungan hak asasi manusia dan memastikan seluruh aparat penegak hukum mematuhi ketentuan perlindungan hak asasi manusia yang diatur dalam KUHAP, dimana hakim memegang peran sentral.
Meskipun acara pidana dilaksanakan dengan sistem peradilan pidana terpadu atas dasar prinsip diferensiasi fungsional sebagaimana Pasal 2 KUHAP, namun hakim memegang peranan sentral karena sebagai pemutus.
Setelah memberikan paparannya, Eddy Hiariej meninggalkan tempat acara dan acara dilanjutkan dengan pemaparan dari Ketua Kamar Pidana MA RI.
Penulis: Habli Robbi Taqiyya
Editor: Tim MariNews
Sumber : https://marinews.mahkamahagung.go.id/berita/eddy-hiariej-5-hal-baru-yang-diatur-dalam-kuhap-2025-0DL
